TIMES AMBON, MALANG – Aroma wangi kue lubu atau lumpur labu yang menggoda menyambut para pengunjung UMKM Festival Jajanan Pasar di Pasar Oro-Oro Dowo Malang.
Salah satu yang ramai diserbu pembeli adalah stan milik Welliyawati Puspitasari, pelaku UMKM yang mengusung inovasi unik pada kue lumpur tradisional.
"Biasanya kue lumpur itu berbahan dasar kentang, tapi saya ingin menawarkan sesuatu yang berbeda. Karena itu, saya berinovasi menggunakan labu sebagai bahan utama," jelas Welliyawati.
Hasil kreasinya ini sukses menarik perhatian banyak orang berkat rasa khas dan tampilan warnanya yang alami tanpa pewarna buatan. Perjalanan bisnisnya sendiri bermula dari keinginan sederhana untuk berwirausaha.
"Dulu saya ngajar, tapi ingin punya usaha sendiri. Akhirnya sejak akhir Desember 2023, saya mulai jualan. Awalnya cuma buka hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Sekarang sudah buka dari Jumat sampai Selasa, termasuk hari libur kecuali hari besar," ceritanya.
Resep kue lumpur labu ini tidak datang dari warisan turun-temurun, melainkan hasil eksperimen berulang. "Awalnya iseng coba-coba ganti kentang dengan labu, dan ternyata banyak yang suka. Dari situ saya berani jualan," ungkap Welliyawati.
Lezatnya kue lumpur labu topping kismis dan juga keju yang baru matang. (FOTO: Arli Ochaputri Hartono/TIMES Indonesia)
Kini, kue lumpur labu buatannya hadir dengan dua pilihan topping, yaitu keju dan kismis, dengan harga Rp4.000 per buah.
Menggunakan labu sebagai bahan dasar, menurutnya, memberi banyak keunggulan. Selain cita rasanya yang khas dan manis alami, labu juga membuat tekstur kue lebih lembut dan sehat karena hanya memerlukan sedikit tambahan gula dan santan.
"Karena labunya sudah manis, rasa kue ini alami tanpa perlu tambahan gula berlebih," tambahnya.
Festival bertema 'Merayakan Rasa, Membangun Cerita, Menyatu dalam Tradisi' ini, menurut Welliyawati, memberi dampak positif bagi para pelaku UMKM seperti dirinya.
"Festival ini membuat banyak orang penasaran. Bahkan banyak yang awalnya tidak tahu soal lumpur labu jadi tertarik mencoba. Penjualan juga meningkat, apalagi kalau weekend," katanya.
Namun, menjalankan usaha kuliner tradisional juga penuh tantangan. Salah satu tantangan terbesar bagi Welliyawati adalah soal ketersediaan bahan baku.
"Labu itu musiman. Kalau bahan baku naik atau langka, saya tetap berusaha pakai bahan bagus supaya rasa kue tetap konsisten," jelasnya. Untuk mengantisipasi, ia bahkan harus menyetok labu lebih banyak saat musim panen.
Mengenai persaingan di dunia kuliner, Welliyawati punya strategi sendiri. Ia berencana terus berinovasi, termasuk menghadirkan varian topping baru agar pelanggan tidak bosan. "Saat ini topping-nya masih keju dan kismis, ke depan saya mau kembangkan lagi," ujarnya antusias.
Meskipun usahanya terus berkembang, saat ini kue lumpur labu Welliyawati belum tersedia di platform online. Pemesanan masih bisa dilakukan langsung atau bisa juga melalui WhatsApp. Setiap hari ia mulai berjualan sejak pukul 06.00 pagi, dan biasanya kue-kue itu sudah habis sebelum jam 11.00 siang.
Salah satu pembeli, Cindy Audylia Herawati, mengaku terpikat dengan cita rasa kue lumpur labu ini. "Rasa lumpur labu ini enak sekali, adonannya lembut, berbeda dari kue lumpur pada umumnya," komentarnya usai membeli beberapa potong.
Di akhir percakapan, Welliyawati berharap kue lumpur labunya bisa makin dikenal. "Semoga lumpur labu bisa lebih dikenal masyarakat dan bisa menjadi pilihan kuliner yang menyehatkan," pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Festival Jajanan Pasar Kota Malang, Kue Lumpur Labu Pasar Oro-oro Dowo Jadi Primadona
Pewarta | : Arli Ochaputri Hartono (Magang MBKM) |
Editor | : Ronny Wicaksono |